Kekuatan Tulisan dahlan Iskan



Sosok Dahlan Iskan menarik perhatian komunitas Kementrian Keuangan RI. Buku “CEO Noted Dahlan Iskan: Dua Tangis dan Ribuan Tawa” dijadikan materi Bedah Buku pada acara Treasury Writers Festival 2013 Dirjend Perbendaharaan, di Lembang, Bandung, Rabu (27 November 2013). Saya diundang jadi narasumber. Tiga jam terpaksa ngrasani (membicarakan) beliau. Mohon maaf Pak Bos!


Awalnya, panitia Teasury Writers Festival 2013 menghubungi mantan wartawan senior Jawa Pos, Djono W Oesman (DWO). Mereka butuh narasumber acara Bedah Buku “CEO Noted Dahlan Iskan: Dua Tangis dan Ribuan Tawa”. DWO tentu sangat kompeten, karena tahu banyak soal mantan bosnya itu. Dan kebetulan DWO penulis terhebat di Jawa Pos, itu menurut Dahlan Iskan sendiri.

Tapi karena alasan sibuk, dia merekomendasikan nama saya. Setahu saya, DWO memang lagi dikejar waktu menuntaskan penulisan sebuah buku tentang sejarah kebudayaan daerah. Bukan bukunya sendiri, melainkan hanya pesanan. Nama DWO sendiri tidak pernah tercantum dalam buku tersebut. Ya itulah salah satu profesi DWO sekarang, sama seperti saya he he he.

Dulu, ketika sama-sama masih aktif sebagai wartawan, pekerjaan tersebut hanya sambilan. Lama-lama jadi ketagihan. Ketika sama-sama bebas, itu jadi profesi. Sekarang malah sudah saya badan hukumkan dengan nama: PT Diandra Mediantara Komunikasi (Diandra Communications).

Kembali ke Laptop, eh acara Bedah Buku, akhirnya saya yang diundang. Saya menyatakan siap! Maka Rabu lalu, selama tiga jam saya ngrasani Dahlan Iskan. Dari jam 09.00 – 12.00. Mohon maaf Pak Bos!

Tapi saya tidak menyesal. Sebab, beberapa hari sebelum berangkat, saya sempat kirim SMS ke nomor handphone Dahlan Iskan. Isinya sekedar infor saja. Dan siapa tahu beliau berkenan menyampaikan salam untuk audience acara Bedah Buku.

Sampai saya berangkat Selasa (26/11) malam, tidak ada jawaban dari yang bersangkutan. Tapi jam 03.32, ada pesan masuk di BB saya dari Erick Antariksa, bunyinya: “dari Abah: semoga buku itu bisa berguna. Bisa jadi referensi untuk menentukan langkah dan mengambil keputusan terbaik. Salam.”

Kok jawabannya dari Erick Antariksa? Ya, karena dia sahabat saya. Dan setahu saya dia ahli hukum (masih muda) yang sering jalan bareng Dahlan Iskan. Lebih mudah komunikasi dengan Mas Erick ketimbang dengan Dahlan Iskan. Dan kalau saya cerita sesuatu berkait Dahlan Iskan, pasti disampaikan sambil jalan. Saya yakin isi SMS itu benar-benar pernyataan “Abah”. Sekali lagi, mohon maaf Pak Bos!

Sungguh, berkat Mas Erick saya pernah berhasil ngerjai Dahlan Iskan. Saya undang “Abah” untuk jadi bintang tamu acara masak bersama cheaf senior Bu Sisca Soemitomo, untuk tayang di televisi B-Channel beberapa waktu lalu. Hebatnya, ngomong Senin, Rabu ada jawaban “Abah mau jadi bintang tamu”. Pekan berikutnya langsung shooting di rumah Bu Sisca. Makanya, berkait “Abah”, saya percaya Mas Erick.

Lantas, apa yang saya omongin di acara Bedah Buku itu? Kurang lebihnya seperti ini:

Dahlan Iskan Itu Guru

Ketika di INDOPOS, saya menerima ilmu jurnalistik langsung dari Dahlan Iskan. Tentu juga semua kru redaksi yang lain. Karena selama tiga bulan di awal penerbitan media ini, kami wajib masuk “bengkel”.

Belajar di “bengkal”, tidak boleh bolos. Juga tidak boleh telat. Yang bolos harus rela dikurangi TP (Tunjangan Prestasi)-nya. Yang telat, lebih dari lima menit, tidak boleh masuk ruang bengkel. Gak bakal bisa nyusup, karena Dahlan Iskan sering menjaga pintu masuk ruang bengkel dengan kedua kakinya (selonjor di kursi). Kalau sudah begitu, resikonya kehilangan kesempatan memperoleh ilmu, meski TP-nya tidak dipotong.

Yang luar biasa, Dahlan Iskan hafal nama (bahkan background) semua anggota kru redaksi dalam waktu dua-tiga hari. Mungkin karena dia yang menentukan inisial semuanya. Tidak ada yang boleh membuat sendiri.

Di dalam ruang “bengkel”, Dahlan Iskan mengajarkan ilmu dengan cara bedah koran: berita INDOPOS hari ini, dibahas hari ini juga. Dikoreksi detil mana kesalahannya dan ditunjukkan bagaimana seharusnya.

Di awal bengkel, Dahlan Iskan menekankan soal “10 Rukun Iman Berita” ala Jawa Pos. Dia menegaskan, seperti “Rukun Islam” bagi umat muslim, “10 Rukun Iman Berita” itu harus dipegang teguh.

“Bukan wartawan Jawa Pos kalau tidak taat terhadap sepuluh rukun iman berita. Temukan sebanyak-banyaknya di lapangan. Kalau tidak ketemu satupun, sebaiknya pulang saja, tidak perlu ke kantor. Percuma, tidak ada yang bisa diketik,” tegasnya suatu hari.

Dahlan Iskan menganggap informasi di luar kriteria “10 Rukun Iman Berita” adalah berita sampah. “Redaktur juga harus menolak berita sampah itu, karena hanya akan mengotori Koran kita,” tegasnya lebih lanjut.

Apa saja “10 Rukun Iman Berita” itu? Ini dia :

1.    Tokoh. Semua tokoh layak jadi berita. Misalnya, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) masuk Rumah Sakit karena deman berdarah.

2.    Besar. Semua yang besar layak jadi berita. Misalnya, Gunung terbesar di Jawa Barat meletus.

3.    Dekat. Semua yang dekat dengan kita adalah berita menarik, ketimbang perstiwa besar yang terjadi tapi posisinya jauh. Misalnya, gempa sunami di aceh lebih menarik ketimbang di Philipina meski korbannya lebih 200.000.

4.    Pertama. Semua peristiwa yang pertama terjadi, selalu layak berita. Misalnya, kasus penipuan modus baru, meski nilai kerugiannya sangat kecil.

5.    Human interest. Semua berita yang menyentuh rasa kemanusiaan, layak jadi berita.

6.    Bermisi. Semua berita yang memiliki tujuan baik bagi masyarakat, layak berita. Misalnya, program pemberantasan korupsi.

7.    Unik. Semua yang unik, layak diberitakan. Misal, sapi berkepala dua.

8.    Eksklusif. Berita yang tidak muncul di media lain, misalnya investigasi kasus korupsi yang muncul dan kemudian diikuti media yang lain.

9.    Tren. Berita tren, baik soal gaya hidup atau perilaku selalu layak jual. Misalnya kasus penangkapan pejabat korup yang dibarengi tren perkawinan sirinya.

10. Prestasi. Prestasi dan kisah sukses seseorang selalu layak baca. Misalnya penemuan di bidang science, dll.

Wartawan Hebat dan Penulis Hebat

Dahlan Iskan pernah menegaskan, dengan memegang tuguh “10 Rukun Iman Berita” itu, siapapun bisa jadi wartawan handal: selalu pulang dengan membawa berita-berita kelas HL (headline). Bukan berita sampah.

Namun untuk jadi penulis hebat, masih butuh terus belajar (membaca, mendengar, menonton, dan mengamati fenomena alam), berlatih keras (terus menulis) dan bakat lahir.

Dua hal: belajar dan berlatih keras bisa dilakukan semua orang. Tapi bakat lahir, tak banyak orang yang memiliki. “Seperti ahli Kung Fu, penulis hebat selalu muncul dari yang berbakat. Karena ini menyangkut hukum alam, tidak semua orang memiliki,” katanya.

Perlu dicatat, meski terlahir dengan bakat menulis, seseorang tak akan pernah jadi penulis hebat, tanpa belajar dan terus berlatih. Karena ibarat mata pisau, makin tajam bila diasah.

Lantas, di mana tempat belajar dan berlatih yang baik? Meminjam istilah Dahlan Iskan; “tempat belajar dan latihan terbaik adalah di Universitas Kehidupan. Biarkan perjalanan hidup menjadi alur cerita dan alam semesta menjadi pustaka kata untuk merangkai kalimat”. Ini disampaikan Dahlan Iskan di forum Rapat Meja Bundar Indopos (kebetulan meja rapat redaksi Indopos bentuknya bundar).

Di Jawa Pos dan grupnya, wartawan handal banyak sekali. Jumlahnya = yang tersisa secara alami oleh waktu dan kondisi lapangan. Hanya yang handal yang mampu bertahan. Tapi wartawan yang masuk kriteria penulis hebat jumlahnya tidak banyak. Buktinya, setiap tahun Dahlan Iskan mengumumkan nama itu-itu saja sebagai penulis terbaik di Jawa Pos. Bahkan pada akhir 2009, setahu saya, dia mengumumkan satu nama sebagai Penulis Terbaik Sepanjang Sejarah Jawa Pos : Djono W Oesman (DWO).

Dahlan Iskan membuat sistem sendiri untuk menandai penulis hebat di Jawa Pos dan groupnya. Biasanya, ia menempatkannya sebagai penanggungjawab rubrik khusus. Yang terbaik diberi gelar “Mister Box”, karena beban tanggungjawab menghandle halaman berita box ada di pundak mereka. Berita box adalah sesi Koran yang menampilkan berita dengan bobot tertinggi dan biasa ditulis dengan teknik bertutur (tulisan jenis feature).

Agar di antara penulis berbakat itu muncul jiwa bersaing, tiap tahun Dahlan Iskan mengumumkan ranking prestasi mereka. Sepuluh penulis terbaik diberi hadiah uang. Nilainya sesuai urutan ranking. Memang terkesan subjektif, karena jurinya hanya Dahlan Iskan. Yang penting semua yang terbaik itu tetap belajar dan memacu kreativitas selama bekerja di Jawa Pos. Dengan begitu rating pembacanya tetap tinggi.

Begitulah kira-kira sikap dan cara Dahlan Iskan membesarkan semua medianya.

CEO Noted Dahlan Iskan: Esai

Jika mengacu pada khasanah ilmu bahasa Indonesia, CEO Noted Dahlan Iskan masuk wilayah tulisan fakta. Jenisnya esai: berisi kupasan berbagai masalah terkait semua bidang, Bisa juga berupa prosa (karangan bebas) singkat yang mengekspresikan opini penulis terhadap sebuah subjek.

Dulu, ketika duduk di bangku sekolahan, kita pernah diajarkan soal jenis-jenis karya tulisan. Semua tentu sudah tahu, Ilmu Bahasa Indonesia membagi jenis tulisan berdasar ragamnya menjadi dua: fakta (factual) dan khayalan (imagination). Jika membaca CEO Noted Dahlan Iskan, kita pasti sepakat buku itu tergolong karya tulis factual.

Sedang berdasar kadar keilmiahan, Ilmu Bahasa Indonesia membagi jenis karya tulis ilmiah menjadi dua juga: ilmiah murni dan ilmiah popular. CEO Noted Dahlan Iskan masuk katagori Ilmiah Populer. Karena yang masuk katagori ini diantaranya: Esai, Tajuk Rencana, Opini, Feature, Resensi Buku, dan Ulasan.

Kebanyakan Dahlan Iskan menulis esai secara naratif: bertutur atas sebuah kejadian secara runtut. Tak jarang dia menulis secara diskriptif (memaparkan subjek dan membuat kesan tertentu terhadap subjek). Acapkali dia menegaskan dengan cara ekspositori (Menjelaskan subjek dengan disertai perbandingan dua hal, mengidentifikasi hubungan sebab akibat/mengklasifikasi).

Yang paling sering muncul dalan COE Noted Dahlan Iskan adalah model tulisan esai persuasif. Dengan tulisan itu Dahlan Iskan berusaha mengubah pikiran dan perilaku pembaca atau memotivasi agar ikut serta dalam suatu tindakan. Tak jarang, untuk memperkuat kemauannya, Dahlan Iskan menyisipkan informasi berdasarkan hasil penelitian lembaga tertentu (dokumentatif).

Anatomi Tulisan

Menurut pedoman bahasa, tulisan esai memiliki skematik : tesis, isi (kontek, masalah, solusi), dan selalu ditutup dengan simpulan.

Namun di CEO Noted Dahlan Iskan, tak selamanya ditemukan skematik seperti itu. Adakah itu salah? Relatif. Menurut saya, tetap enak dibaca. Menurut yang lain, terserah…

Kalau di Jawa Pos, bahasan soal itu mirip dengan bahasan anatomi berita (tulisan). Dari CEO Noted Dahlan Iskan, bisa dirinci anatominya:
 
1.    Judul berita (headline)
2.    Sub judul (judul kecil)
3.    Teras berita (lead)
4.    Tubuh berita (body)

Judul sebaiknya dibuat sependek mungkin. Di Jawa Pos dan grup-nya, biasanya terdiri dari tiga sampai lima kata saja. Yang penting menarik perhatian dan mampu menjelaskan secara singkat cerita/kisah yang ada dalam berita.

Sub judul dianggap perlu bila mampu mempertajam maksud kisah dalam berita yang ditulis. Bila judul saja dianggap sudah sangat jelas, maka keberadaan sub judul sebaiknya diabaikan. Sub judul juga dimaksudkan untuk memperpendek judul utama, hingga tetap mudah dan indah untuk di-layout.

Teras berita biasanya dibuat untuk menggiring pengertian bahkan opini pembaca terhadap sebuah berita. Sebenarnya, itu hanya sudut pandang. Makin tajam teras berita, maka makin kuat keyakinan pembacanya terhadap sebuah peristiwa yang dipandang dari sudut pandang penulisnya.

Tubuh berita berisi rincian detil fakta dari sebuah peristiwa. Di sini, penulis tak hanya dituntut untuk menampilkan data dan fakta secara detail, namun juga jujur, tidak boleh memanipulasi berita (berbohong). Di CEO Noted, tampilan data/fakta secara detail dalam tulisan mampu menambah keyakinan pembaca akan kebenaran kisah yang diceritakan Dahlan Iskan.

Ruh dalam Tulisan

Tubuh berita = isi dalam esai. Di CEO Noted Dahlan Iskan pun selalu ada: kontek, masalah, juga solusi.

Sudut pandang masalah diuangkapkan dengan cerita yang runtut (kronologis). Dahlan Iskan merangkai kalimat dengan gaya bahasa bertutur (bercerita). Itu gaya khasnya. “Berita yang baik adalah yang mampu membuat pembaca seperti mendengar dongeng,” tegas Dahlan Iskan suatu hari.

Susunan kalimat dalam CEO Noted Dahlan Iskan terdiri dari kata-kata terpilih (diksi). Sangat terjaga logika bahasanya. “Jaga logika bahasamu. Hindari pemakaian kalimat yang tidak memiliki hubungan kausalitas (sebab-akibat). Karena akan jadi “Joko Sembung” alias “gak nyambung”,” paparnya yang membuat saya tersenyum.

Dalam mengungkapkan pendapat (tesis), Dahlan Iskan tidak suka bertele-tele. Mirip sifatnya yang to the point. Kalimatnya sangat jelas dan tegas. Dan kembali dengan logika bahasa terjaga agar pembaca tidak kehilangan arah, mudah mengerti dengan pendapat yang dimaksud.

Untuk menghidupkan tulisan, Dahlan Iskan acapkali menyisipkan kalimat-kalimat lucu. Ada nuansa humor dalam tulisannya. Itu juga jadi ciri khasnya. Tujuannya sekadar untuk menyegarkan otak pembaca, agar bisa tetap santai meski membahas masalah super serius. “Kalau pembaca bisa tertawa selama dua jam setelah membaca tulisanmu dua menit, berarti tulisanmu bagus,” guraunya.

Tak jarang pula Dahlan Iskan mengeksplorasi cerita sedih dalam tulisan. Tetap dengan menggunakan pilihan kata-kata indah dan rangkaian kalimat yang logis hingga pembaca benar-benar tersentuh saat mengikuti kisahnya. Ini juga jadi kebiasaannya: membuat pembaca menangis.

Membuat pembaca tertawa dan menangis itu, dalam teknik penulisan (di Jawa Pos) disebut “memasukkan ruh” dalam tulisan. Ruh itu yang membuat tulisan seolah-olah hidup, bisa menggelitik/mempengaruhi hati pembaca hingga tertawa atau menangis.

Hampir semua tulisan Dahlan Iskan di CEO Noted mampu membuat pembaca tertawa. Banyak hal lucu diceritakan Dahlan Iskan. Tak banyak kisah sedih dieksplor. Itupun tak sampai membuat kita menangis. Walhasil, dampak membaca buku ini: gairah aktivitas dan kreasi makin tinggi. Setidaknya itulah yang saya rasakan.

Bogor, 6 Desember 2013
Muhammad A Jauhari
Joehari_lelaki@yahoo.com


EmoticonEmoticon