Saya masih terkejut-kejut. Mulai dari kemarin sewaktu saya meng-klik "Join Group", setelah Mas Kam meng-approve request saya, tadi malam juga masih agak 'kliyengan' dan sekarang pun sewaktu saya mengetik curahan hati saya ini, perasaan melayang yang sama jelasnya kalo saya kejedut tiang listrik - masih juga cenat-cenut dihati saya.
Masalahnya sepele, tapi juga rada memalukan buat saya, tapi yang jelas membuat saya tersanjung berat. Persis kaya waktu saya masih di SMP dan memandang dengan penuh mimpi poster Tom Cruise di Top Gun dulu. Saya lagi jatuh cinta sama idola saya.
Saya ini cuma ibu rumah tangga usia 30an akhir yang juga cuma PNS biasa. Punya dua putra abege, dengan rumah tangga dan pekerjaan kantor yang harus diselesaikan, saya tidak punya waktu - juga keinginan - untuk beromong kosong dengan hal-hal yang bagi saya sudah tidak bisa diubah. Apa ini bisa disebut 'apatis'? Mungkin. Pesimis? bisa jadi.
Daripada setelah lelah bekerja lalu saya menghabiskan waktu didepan tivi dengan menonton para artis berbulu-mataan lebih tebal dari rompi kevlar yang dipakai Iwo Uwais di The Raid atau menyaksikan gadis-gadis muda sibuk berpikir bagaimana menyingkirkan saingan cinta mereka dengan cara yang lebih keji dari nenek sihir di Putri Saljunya Disney, saya lebih suka melarikan diri dengan novel roman Harlequin saya.
Tenggelam dan terbawa oleh drama Korea favorit saya seribu kali lebih baik dan menghibur daripada saya harus menonton bagaimana carut-marutnya negeri ini. Avatar di twitter saya justru Chun Jung Myung bintang Korea pujaan saya daripada foto SBY. Nonton TV One bikin saya stres, nonton MetroTV sama tertekannya. Sekian kali pemilu, saya juga abstain melulu.
Saatnya memilih maka saya akan dengan patuh mengantri, mengambil surat suara untuk lantas garuk-garuk pipi kiri dan kanan terus manggut-manggut sedikit mengamati gambar mungil para calon wakil rakyat yang seharusnya akan jadi corong suara saya. Dan saya menyerah.
Ada disana beberapa orang yang bahkan saya pikir tak layak menyuarakan suara rakyat samasekali. Apalagi kalaulah ternyata mereka hanya putra-putri para pembesar negeri yang ingin jadi wakil rakyat karena tak bisa bersaing dipasaran kompetitif tenaga kerja yang fair, tapi sesungguhnya mereka -orang tuanya - punya uang cukup banyak untuk dihabiskan demi keinginan egois itu. Jadi wakil rakyat, berstatus tinggi, bergaji fantastis, dengan modal uang dan pengaruh orang tua. Buat apa saya repot? Jadi keluarlah saya dari bilik itu dengan hati lega karena tak merasa perlu bersuara.
Ditahun 2007 sewaktu saya mengikuti training course di Jepang, dalam sebuah kelasnya si profesor Jepang didepan kami semua peserta Indonesia tertawa-tawa menyatakan pendapatnya, "Kalian tahu apa yang menyebabkan Indonesia tidak akan bisa maju? Karena kalian selalu berubah pikiran! Berganti pemimpin, berganti kebijakan. Semua yang sudah berjalan dirubah lagi, diulang lagi dari nol. Kapan bisa maju kalau bolak-balik terus?"
Mendengar perkataannya, lantas melihat kenyataannya, membuat saya semakin apatis. Semakin tak peduli. Semakin tak mau repot dan berpikir lebih baik saya mengurusi diri sendiri. Buat apa? Toh pada kenyataannya memang pejabat kita seperti itu semuanya. Capek saya melihat mereka gontok-gontokan sendiri satu sama lain tak habis-habisnya. Sampai saya terbaca headline heboh itu, "Menteri BUMN Mengamuk di Jalan Tol". Hebat, karena biasanya para menteri ini "mriyayeni". Hidup dalam bola kaca mereka sendiri, sampai seperti tak ada di bumi ini.
Saya raih itu koran, saya baca, selanjutnya saya pun mendudukkan diri didepan komputer dan menggila. Manufacturing Hope, CEO notes, sekian buah artikel, featurettes, dua buku sang menteri saya beli (yang lain belum dapat), saya baca dan saya hadiahkan juga ke ayah saya. Saya jatuh cinta lagi. Habis-habisan, tak tertahankan. Tidak malu sedikitpun, tidak tanggung-tanggung.
Kali ini saya yakin dengan cinta saya ini. Bahwa rasa yang saya punya ini akan berhasil, akan terus bertambah dalam bahkan semakin besar. Rasa cinta ini akan membawa tidak hanya saya, tapi semua yang ada disekitar saya untuk ikut berubah. Saya sudah tidak dreamy lagi. Tapi kerja, kerja, kerja!! Kalau begini, mana bisa kita jalan ditempat lagi?
Saya jatuh cinta pada si empunya kata-kata itu!
dikutip dari
http://www.facebook.com/asyree.nicke
Istilah Holopis Kuntul Baris
darimana Istilah Holopis Kuntul Baris
@IRNewscon I : Korupsi di Indonesia sudah mengakar. Dari pegawai administrasi kelurahan sampai pejabat tinggi, korup. Eksekutif, legislatif, yudikatif, sama saja, korup semua. Sampai dibentuk lembaga khusus, KPK, walaupun di Kejaksaan sudah ada bidang “Pidana Khusus” yang spesial menangani korupsi. Pun korupsi tetap banyak.
Komitmen pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mencanangkan: Anti korupsi. Bahkan, sepanjang sejarah Indonesia merdeka, baru di era kepemimpinan SBY inilah paling banyak koruptor dibui. Tapi, belum tuntas juga. Malah, beberapa pihak berupaya melemahkan kewenangan KPK. Payah, deh…
Slogan Para Kuli Pelabuhan
Perlu gotong-royong masyarakat memberantas korupsi. Orang Surabaya bilang: Gerakan “Holopis Kuntul Baris”. Jika ada pekerjaan berat, warga Surabaya bergotong-royong sambil meneriakkan yel: Holopis kuntul baris…
Yel ini, kata guru SD-ku, slogan produk zaman Belanda. Dikisahkan, sekitar 1940-an di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ada pegawai bernama Du Lopez Conte du Bare.
Orangnya tinggi besar. Lebih tinggi dan lebih besar dari rata-rata orang Belanda, pegawai pelabuhan. Para kuli pelabuhan, semuanya orang Indonesia, kagum pada kekuatan otot Du Lopez. Sekali waktu, jika ada barang yang tidak mampu diangkut 4 sampai 5 kuli sekali pun, Lopez solusinya.
Barang diangkut di pundak, dan Lopez tetap berjalan tegak, memindahkannya ke gudang.
Suatu pagi hujan lebat, sebuah pohon besar dekat pelabuhan tumbang. Batangnya melintang menghalangi jalan. Kepala pelabuhan, orang Belanda, memerintahkan puluhan kuli menggergaji, memotong ranting. Tinggallah sebuah balok besar. Ini sudah di luar kemampuan Lopez.
Kepala pelabuhan mengumpulkan puluhan pegawai termasuk Lopez, bersama puluhan kuli. Dia memerintahkan, semua orang mendorong balok ke tepi jalan. Hasilnya ternyata tidak efektif. Semua sudah mendorong, tapi pergeseran balok tidak signifikan.
“Stop… “ teriak mister kepala. Semua berhenti. Mister mengatur posisi orang. Lopez dan para kuli ditempatkan di posisi paling berat. Lalu dia berkata: “Kamu orang, tunggu instruksi saya.”
Komandonya unik: Menyebut nama lengkap Lopez. “Kamu orang mendorong, saat ike bilang…. Conte du Bare. Apakah jelas?” katanya. Semua menyatakan, siap. Aba-aba pun diteriakkan: “Du Lopez…. Conte du Bare…” Maka, srooooot… balok bergeser. “Du Lopez… Conte du Bare….” Sroooot…
Luar biasa. Balok terus bergeser seiring komando. Malah, semua pendorong ikut-ikutan meneriakkan komando: “Du Lopez… Conte du Bare… Dan, balok pun terpinggirkan.
Pekerjaan selesai, para kuli istirahat. Mereka ngerumpi soal yel. Memang, yel diteriakkan serempak, tapi bunyinya beda antara orang Belanda dengan kuli. Para kuli kesulitan melafalkan nama lengkap Lopez. Jadinya, mereka asal teriak saja. Saat membahas ini, mereka tertawa terbahak-bahak. Tawa kaum yang terjajah.
Gerakan Aktivis Ada Maunya
Korupsi di Indonesia sudah menjadi musuh bersama. Terbukti, saat KPK dianggap diserang pihak tertentu, warga beramai-ramai membelanya. Juga, LSM anti-korupsi aktif menyoroti dan menyerang koruptor.
Tapi, belum bisa menjadi masalah (yang harus diatasi) bersama. Terbukti, warga yang mengurus sesuatu di kantor pelayanan publik cenderung memilih jalan cepat dengan menyogok petugas. Padahal, birokrasi pelayanan publik sengaja dibuat rumit sebagai peluang korupsi. Masyarakat umumnya tidak mau repot-repot menyelidiki, mengapa proses pelayanan dibuat rumit?
Masyarakat baru mengamuk jika benar-benar kepepet. Contohnya, antrian kendaraan yang mengular di Pelabuhan Merak, beberapa waktu lalu membuat sopir truk demo. Ujungnya, kepala pelabuhan diganti.
Ternyata persoalannya, dari 5 loket pintu keluar-masuk kendaraan ke kapal, hanya 2 untuk kendaraan besar (truk dan bus). Itu pun loket yang satu atapnya terlalu menjorok, sehingga tidak memungkinan kendaraan besar lewat. Akibatnya keluar masuk truk hanya 1 pintu. Lantas oknum petugas (pura-pura) mengatur arus keluar-masuk truk. Tapi mereka minta upeti Rp 100 ribu per truk.
Setelah kepala pelabuhan diganti, semuanya beres. Kepala pelabuhan yang baru, hanya menggergaji atap loket yang menjorok. Jadilah 2 loket untuk truk. Hasilnya: Tak ada macet, tak ada pungli.
Masyarakat baru bergerak ramai-ramai memberantas korupsi jika mereka dirugikan secara langsung. Contohnya sopir truk demo tersebut. Jika tak dirugikan langsung, warga tenang-tenang saja. Bersikap: Bodo amat. Meskipun tahu bahwa negara kita paling korup (ranking 117) se dunia versi lembaga survey internasional.
Kalau pun ada aktivis anti-korupsi, hanya akibat cemburu terhadap koruptor. Artinya, para aktivis itu bersikap menyerang koruptor, karena mereka belum mendapat kesempatan korupsi. Setelah mereka mendapat tempat yang memiliki power, ternyata mereka korup juga.
Ternyata Kuncinya di Lopis
Sebenarnya, sikap masyarakat kita seperti itu sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Sejak zaman lahirnya slogan Holopis Kuntul Baris. Paling tidak, akar budayanya dari sana.
Guru SD-ku usai bercerita, bertanya ke murid: Mengapa terjadi perubahan ucapan? Dari ‘Du Lopez Conte du Bare’ menjadi ‘Holopis Kuntul Baris’. Kami, murid, menjawab: “Sebab, lidah orang kita sulit menirukan lafal nama itu.”
Guruku geleng-geleng, tanda salah. “Memang, lidah kita sulit meniru itu. Tapi, mengapa kata yang diucapkan para kuli semuanya punya arti dalam bahasa kita?” tanyanya. Lopis nama makanan khas Surabaya dari bahan ketan, bentuknya lonjong seperti lontong. Kuntul nama burung. Baris artinya berjajar.
Kami pun terdiam, tak bisa jawab. Dikisahkan, sejak peristiwa pohon roboh itu, slogan Holopis Kuntul Baris sangat populer di Surabaya. Setiap warga mengerjakan sesuatu bersama-sama, selalu menggunakan slogan tersebut. Memang begitu kenyataannya. “Tapi, jiwa slogan itu ada di para kuli pelabuhan, sebagai pencetus pertama,” ujar guruku.
Dan, saat para kuli ngobrol, usai mendorong pohon, itulah kuncinya. “Mereka saling bertanya, mengapa muncul tiga itu, yang kebetulan mirip dengan nama lengkap Lopez,” kisahnya.
Ternyata kata itu diawali beberapa kuli yang sudah lapar. Mereka (saat itu) sudah siang, tapi masih mendorong pohon. Maka, terbayang makanan lopis. Oooh… lopis. Jadilah terdengar: Holopis…
Karena bentuk lopis seperti (maaf) kelamin pria, trus diplesetkan jadi Kuntul, nama burung. Dan, “Baris” atau membayangkan deretan lopis dalam jumlah banyak, sedang berbaris.
Mendengar kisah itu, kami terpingkal-pingkal. Jiancuk… teriakku (dalam hati).
Alhasil, gerakan rakyat bersama-sama ketika mengatasi sesuatu, dalam konsep Holopis Kuntul Baris, berharap sesuatu: Lopis baris. Maka, tidak heran jika kini aktivis anti-korupsi bersuara lantang, sebab mereka belum mendapat kesempatan korupsi.
Jadi, gerakan anti-korupsi, tidak masuk akal (kemurniannya) jika dilakukan oleh mereka yang masih miskin. Gerakan itu mungkin murni kalau dilakukan oleh mereka yang berduit.
Dari Lonjong ke Segi Tiga
Aku ingat cerita guruku itu, sebab usai pelajaran, kami murid lelaki ketawa tak habis-habisnya. Sedangkan murid wanita kelihatan sewot memandangi tingkah kami.
Kuledek murid wanita: “Sekarang bentuk lopis sudah segi tiga, bukan lonjong. Apakah gara-gara cerita itu?” Ternyata mereka tambah sewot, seperti hendak mencakarku. (Djono W. Oesman)
http://indonesiarayanews.com/news/pena-khusus/12-17-2012-20-14/korupsi-sikat-dengan-holopis-kuntul-baris
Obon tabroni pilih dampingi Rieke
Obon tabroni pilih dampingi Rieke
orang bekasi khususnya para buruh siapa tidak kenal Obon tabroni, apalagi lebih khusus lagi untuk salah satu serikat pekerja yang aktif di daerah bekasi FSPMI
Obon tabroni adalah salah satu ruh perjuangan serikat pekerja di Kabupaten bekasi bahkan tingkat nasional ketika obon tabroni menduduki Tingkat pimpinan tertinggi di salah satu sayap
serikat pekerja itu yang melahirkan SPAI (Serikat Pekerja Aneka Industri)
Obon tabroni lah yang ikut menghamili dan melahirkan SPAI itu, bahkan jika diplesetkan Siapa Bapak yang harus bertanggung jawab atas anak yang bernama SPAI
ya Obon tabroni lah orangnya ( hehehe)
namun tak dinyanna pilihan beratpun harus dipilih Oleh obon tabroni ketika Rieke Meminta beliau menjadi tim sukses dalam Pilgub Jawa barat 2013
pertanyaan mendasar adalah "memengnya kenapa harus keluar dari Serikat?" memangnya tidak boleh pengurus serikat menjadi tim sukses cagub tertentu?
memangnya tim sukses melarang orang menjadi aktifis?, atau apakah Serikat yang melarang anggotanya ikut politik praktis walau hanya sebagai tim sukses?
dalam artian mendukung salah satu tim , atau mendorong untuk memilih salah satu calon Gubernur ?
saya tidak tahu sejauh mana adhesi dan kohesinya, yang pasti dari perbedaan faham ini menyebabkan Obon tabroni memilih keluar dari FSPMI,
yang pasti ini adalah pilihan pribadi Obon tabroni,
yang pasti para pekerja khususnya SPAI dan lebih besarnya lagi FSPMI menjadi galau dan menyesalkan kejadian ini
bahkan rumah obon tabroni pun didatangi oleh para pekerja untuk memberikan dukungan bahwa obon tidak keluar dari FSPMI
bahkan sampai sampai profile Media Sosial merekapun diganti ramai ramai dengan gambar pbpn tabroni ,
analisa saya adalah
seberapa besar obon tabroni mempertanggungjawabkan darah daginya sendiri (SPAI) ketika memilih anaknya untuk mandiri den Ob on tabroni berkelana ke tempai lain?
apakah SPAI sudah diap ditinggal obon tabroni?
apakah dengan posisi sekarang ( sebagai tim sukses) akan membantu gerak FSPMI atau umumnya serikat pekerja menjadi lebih besar dan sebagai jembatan sering
tidak harmonisnya antara buruh dan pemerinahan?
Jika rieke kalah akankah obon tabroni masuk lagi ke SPMI sebagai pengurus?, apakah yang lain menerima? mekanismenya seperti apa?
apakah dengan menjadi tim sukses Rieke gerakannya akan semakin dimanis atau malah fakum ?
yang jelas banyak dukungan Obon kembali ke SPMI daripada Obon menjadi tim sukses,
yang jelas saat ini tidak ada satu pun yang menyruh Obon keluar dari FSPMI
yang jelas Mayoritas anggota serika FSPMI pun sedang galau,
Oneng serang Dahlan Iskan
Oneng serang Dahlan Iskan , siap siap jadi bumerang
"Penggusuran memang menyakitkan dan kalaupun demikian, harusnya dicarikan solusi yang tidak merugikan pedagang," kata Rieke yang menggunakan kemeja kotak-kotak khas Jokowi di depan Stasiun Depok Baru, Selasa (11/12/2012).
"Ini kan BUMN dan Pak Dahlan sendiri katanya merakyat, jadi jangan main gusur gitu dong," ujar Rieke lagi.
ini adalah pernyataan rieke atau oneng ketika bertemu dengan para PKL di daerah depok yang ada di lingkungan stasiun depok,
dengan sepintas pembacapun mengambil kesimpulan bahwa dahlan iskan berrgerak tanpa perhitungan dan bergerak sewenang wenang dalam hal penggusuran PKL tersebut.
tapi sangat menggelitik sekali jika rieke langsung mengeluarkan statement ke Dahlan iskan, mbok tidak langsung ke Presiden saja sekalian
atau langsung ke Tuhan saja sekalian komentarnya,
tak ayal lagi ini menjadi serangan empuk lawan lawan politikusnya maklumlah rieke maju menjadi pilgub jabar 2013
lihat saja berapa tahapan jika memang itu harus dipertanggungjawabkan oleh dahlan iskan
lihat juga kenapa penggusuran itu dilakukan, apakah serta merta menggusur atau ada rencana lain yang lebih mulia
apakah ini tanggung jawab operasional atau tanggung jawab langsung dahlan iskan secara manajemen?
atau jangan jangan ada intruksi besar dari partai untuk terus menghujat kebijakan pemerintah, karena kita tahu sendiri rieke berada di partai oposisi?
yang jelas bagi saya, statement itu jika dilihat dari segi cawagub sangat disayangkan sekali,
dan ini jelas merugikan pribadi dia sendiri, meskipun niatnya baik tapi dengan menyerang orang lain apalagi yang siserangnya salah sasaran jelas menjadikan ini bumerang.
saya yakin penggusuran itu adalah untuk meningkatkan kenyamanan dan untuk memperbaiki keberadaaan stasiun biar lebih nyaman,
saya yakin juga nanti di statsiun depok akan ada fasilitas untuk jualan misalnya, dengan tempat dan keadaan yang lebih baik
bukankah itu tujuan semua pihak?
Langganan:
Postingan (Atom)