Surat Dahlan (Betulan)
Judulnya saya kutip dari buku terbaru Surat Dahlan, yang baru dua minggu lalu diuncurkan di Monas, Jakarta. Tapi, ini bukan novel. Ini betul-betul surat asli dari Dahlan.
Pada 1994, saya menerima sepucuk surat yang dikirim melalui jasa pos. Cukup tebal isinya. Setelah saya hitung, ada 38 halaman!
“JTO, saya tidak pernah membuat surat sepanjang ini. Baru sekali inilah surat seperti ini saya buat. Surat ini saya kirimkan kepada 5 orang. Salah satunya, Anda. Bacalah,” kata Dahlan dalam pengantar surat pertama dan satu-satunya yang pernah saya terima dari Dahlan.
Surat itu begitu panjangnya. Tetapi isinya hanya tiga. Selebihnya menurut saya lebih mirip artikel “Manufacturing Hope”.
Dari tiga hal yang disampaikan Dahlan, semuanya berasal dari satu persoalan, yakni prinsip pengusaha yang membuat mereka hebat dalam bisnis. “Saya ingin semua bisa memahami ini,” kata Dahlan.
Menurut Dahlan, pengusaha maju dalam bisnis karena memiliki modal empat prinsip. Tahan menderita, tidak mata duitan, jujur dan berpikir positif.
Benarkah pengusaha tahan menderita? Dalam suratnya, Dahlan mengisahkan pengalamannya bertemu pengusaha yang dulu begitu menderitanya, dan sekarang begitu kaya-raya. Saat masih menderita, sekeluarga setiap hari makan bubur. Sebab, untuk makan nasi, uangnya tidak cukup. Setelah sukses, gaya hidupnya juga tidak berubah. Tetap sederhana dalam berpakaian, juga sederhana dalam makanan.
Benarkah pengusaha tidak mata duitan? Dalam “manufacturing hope” versi 1994, sikap pengusaha kalau ditawari pekerjaan akan menjawab, “Saya usahakan.” Pengusaha tidak biasa menjawab, “Berapa ongkosnya?”
“Carilah karyawan yang memiliki kemauan membesarkan perusahaan dengan prestasinya. Jangan mencari karyawan yang hanya numpang hidup dengan gaji tinggi. Karyawan seperti ini tidak akan bersama Anda, saat perusahaan menderita,” kata Dahlan.
Bagaimana dengan jujur? Dahlan mengisahkan bahwa jujur adalah prinsip hidup yang dipegang teguh para pengusaha. Orang yang jujur akan dipercaya pengusaha sepanjang hidupnya. Sementara yang tidak jujur akan diputus di tengah jalan, meski dia adalah keluarganya sendiri.
“Kalau ada yang tidak jujur dalam perusahaan, Anda sama dengan memelihara maling. Anda akan kehabisan energi dan waktu untuk mengawasi. Padahal, mengawasi tidak menambah penghasilan, hanya menyelamatkan saja. Perusahaan boleh bangkrut, asal bukan karena korupsi,” kata Dahlan.
Sifat keempat adalah berpikir positif. Orang Pengusaha selalu optimistis karena cara berpikirnya selalu positif. Kalau ada orang lain berhasil atau berprestasi, dia tidak berusaha menjatuhkan. Tetapi memacu untuk mengalahkan dengan keberhasilan yang lebih tinggi lagi.
“Jangan memelihara karyawan yang senang menyebar fitnah. Karyawan model begini, biasanya adalah karyawan yang tidak siap bersaing dengan fair. Perusahaan akan terganggu kalau orang-orang seperti ini ada. Apalagi kalau dia menjadi pimpinan,” kata Dahlan.
Sudah 19 tahun surat itu dikirim Dahlan. Tapi isinya tetap relevan.
Joko Intarto, sebuah pengalaman pribadi
Follow me @intartojoko
Judulnya saya kutip dari buku terbaru Surat Dahlan, yang baru dua minggu lalu diuncurkan di Monas, Jakarta. Tapi, ini bukan novel. Ini betul-betul surat asli dari Dahlan.
Pada 1994, saya menerima sepucuk surat yang dikirim melalui jasa pos. Cukup tebal isinya. Setelah saya hitung, ada 38 halaman!
“JTO, saya tidak pernah membuat surat sepanjang ini. Baru sekali inilah surat seperti ini saya buat. Surat ini saya kirimkan kepada 5 orang. Salah satunya, Anda. Bacalah,” kata Dahlan dalam pengantar surat pertama dan satu-satunya yang pernah saya terima dari Dahlan.
Surat itu begitu panjangnya. Tetapi isinya hanya tiga. Selebihnya menurut saya lebih mirip artikel “Manufacturing Hope”.
Dari tiga hal yang disampaikan Dahlan, semuanya berasal dari satu persoalan, yakni prinsip pengusaha yang membuat mereka hebat dalam bisnis. “Saya ingin semua bisa memahami ini,” kata Dahlan.
Menurut Dahlan, pengusaha maju dalam bisnis karena memiliki modal empat prinsip. Tahan menderita, tidak mata duitan, jujur dan berpikir positif.
Benarkah pengusaha tahan menderita? Dalam suratnya, Dahlan mengisahkan pengalamannya bertemu pengusaha yang dulu begitu menderitanya, dan sekarang begitu kaya-raya. Saat masih menderita, sekeluarga setiap hari makan bubur. Sebab, untuk makan nasi, uangnya tidak cukup. Setelah sukses, gaya hidupnya juga tidak berubah. Tetap sederhana dalam berpakaian, juga sederhana dalam makanan.
Benarkah pengusaha tidak mata duitan? Dalam “manufacturing hope” versi 1994, sikap pengusaha kalau ditawari pekerjaan akan menjawab, “Saya usahakan.” Pengusaha tidak biasa menjawab, “Berapa ongkosnya?”
“Carilah karyawan yang memiliki kemauan membesarkan perusahaan dengan prestasinya. Jangan mencari karyawan yang hanya numpang hidup dengan gaji tinggi. Karyawan seperti ini tidak akan bersama Anda, saat perusahaan menderita,” kata Dahlan.
Bagaimana dengan jujur? Dahlan mengisahkan bahwa jujur adalah prinsip hidup yang dipegang teguh para pengusaha. Orang yang jujur akan dipercaya pengusaha sepanjang hidupnya. Sementara yang tidak jujur akan diputus di tengah jalan, meski dia adalah keluarganya sendiri.
“Kalau ada yang tidak jujur dalam perusahaan, Anda sama dengan memelihara maling. Anda akan kehabisan energi dan waktu untuk mengawasi. Padahal, mengawasi tidak menambah penghasilan, hanya menyelamatkan saja. Perusahaan boleh bangkrut, asal bukan karena korupsi,” kata Dahlan.
Sifat keempat adalah berpikir positif. Orang Pengusaha selalu optimistis karena cara berpikirnya selalu positif. Kalau ada orang lain berhasil atau berprestasi, dia tidak berusaha menjatuhkan. Tetapi memacu untuk mengalahkan dengan keberhasilan yang lebih tinggi lagi.
“Jangan memelihara karyawan yang senang menyebar fitnah. Karyawan model begini, biasanya adalah karyawan yang tidak siap bersaing dengan fair. Perusahaan akan terganggu kalau orang-orang seperti ini ada. Apalagi kalau dia menjadi pimpinan,” kata Dahlan.
Sudah 19 tahun surat itu dikirim Dahlan. Tapi isinya tetap relevan.
Joko Intarto, sebuah pengalaman pribadi
Follow me @intartojoko