Mengenang Tabrakan Dahlan Iskan

Pasrah, Lillahita'ala
INi bisa jadi bukan cerita baru. Apalagi, memang ini cerita dari kejadian yang sudah cukup lama, delapan bulan lalu. Tepatnya, pada 5 Januari 2013, saat terjadi peristiwa kecelakaan yang menimpa Dahlan Iskan (DI) dengan mobil listrik Tucuxi. Seperti diketahui, pada hari itu, DI sedang menguji coba Tucuxi dengan menyetiri sendiri mobil listrik tipe sport itu dari Solo menuju Magetan, lewat Tawangmangu.
Beberapa belas kilometer menjelang masuk kota Magetan, mobil itu terpaksa ditabrakkan DI ke tebing jalanan di pegunungan Lawu itu. Mobil ringsek berat, namun --alhamdulillahirabbilalamin-- DI dan pendampingnya, Ricky Elson, selamat.
Baru-baru ini, saya baru dengar cerita dari Ricky detik-detik yang terjadi menjelang peristiwa itu. Termasuk, percakapan dan suasana kebatinan antara Ricky dan DI, saat itu.
Menurut Ricky, begitu terciuml bau sangit yang menunjukkakn kanvas rem terbakar, DI sudah diminta untuk berganti mobil lain. Ricky yang saat itu sempat memeriksa mobil, melihat ada masalah dengan mobil merah itu. ''Nggak apa-apa. Magetan sudah dekat. 15 km lagi,'' kata DI, menolak pindah mobil. DI tetap pada rencananya, harus dia sendiri yang merasakan kekurangan mobil itu --kalau ada--. Dia pula yang akan menanggung risikonya.
Begitulah, setelah sempat berhenti sekitar 10 menit, DI kembali mengendarainya, melanjutkan perjalanan ke Magetan. Saat itu, kondisi jalanan sudah menurun, karena sudah lewat puncak Tawangmangu, menuju Magetan.
Namun, baru beberapa saat jalan, DI bilang ke Ricky, ''Anda benar Rick. Rem sama sekali gak berfungsi.''
Padahal, saat itu mobil melaju makin kencang, karena jalanan menurun. Menurut Ricky, DI berusaha terus menginjak pedal rem, tetapi sama sekali tidak berpengaruh terhadap laju mobil. Tucuxi merah itu tetap melaju kencang, meski tidak di-gas sama sekali.
Ricky berusaha mengingatkan mobil di depan Tucuxi --Alphard yang mengangkut beberapa wartawan yang ikut uji coba itu--. Namun, saat itu, tiba-tiba telepon tidak berfungsi. ''Sebelumnya, mobil juga terkunci sama sekali. Tidak bisa dibuka, baik pintu maupun jendelanya,'' kata Ricky.
Di tengah mobil yang terus melaju menurun --DI mengarahkan mobil di sisi kanan, agar tidak menabrak Alphard di depannya--, Ricky dan DI berdialog. ''Sudah jadi rencana Allah, Pak. Kita terkunci di sini, dan tidak bisa berkomunikasi,'' kata Ricky.
''Anda nggak apa-apa kan,'' kata DI yang menurut Ricky, tetap sangat tenang.
Ricky mengaku menjadi lebih tenang, melihat DI yang seperti tidak sedang menghadapi masalah berarti.
Namun, masalah kemudian datang. Yakni, saat dari jarak sekitar 700 meter, terlihat ada mobil Panther naik ke arah Tawangmangu. Artinya, mobil itu pasti akan bertemu dengan Tucuxi yang dinaiki DI dan Ricky. Artinya lagi, akan terjadi tabrakan.
Saat itulah, DI menurut Ricky berkonsentrasi penuh. Mulutnya seperti berdoa, matanya memandang tajam ke depan, ke samping kiri, dan kanan. Akhirnya, saat jarak dengan Panther itu makin dekat --sekitar 500 meter--, DI menyampaikan keputusannya ke Ricky.
''Saya tidak mau mencelakakan orang. Kalau kembali ke kiri, nabrak Alphard, Alphard dan Tucuxi masuk jurang,'' kata DI. Di Alphard, ada sekitar 6 penumpang.
''Kalau tetap di kanan, akan nabrak Panther itu. Saya tiidak mau mengorbankan siapa pun,'' kata DI lagi.
Lalu, keluarlah keputusan DI. ''Rick, mobil ini akan saya tabrakkan ke tebing,'' kata DI, lalu berhenti sejenak.
''Anda siap,'' tanya DI ke Ricky, sambil menoleh.
Ricky yang makin yakin dengan ketenangan DI dengan situsasi yang diyakininya memang sudah jadi rencana Allah SWT uintuk menunjukkan ''sesuatu'' itu, lantas mengubah posisi tempat duduknya. Dia melepaskan safety belt-nya. Dia memutar badannya, duduk menghadap ke DI. Lantas, Ricky berujar. ''Silakan Bapak .. saya siap,''
Ricky lantas memeragakan gayanya saat mempersilakan DI untuk menjalankan keputusan menabrakkan ke tebing itu. Dia mengaku membungkuk ala pria Jepang, dengan tangan bergerak seperti menyilakan.
Tidak menunggu lama, DI pun lantas menjalankan keputusan ''maut'' itu. ''Bismilahirrahmanirrahim .. Allahuakbar!" .. Mobil pun dibanting ke kanan, dan ...duar menabrak dinding tebing yang kasar itu. Begitu menabrak tebing, ada bagian dari mobil yang mulai terlempar. Kaca pun retak.
Tucuxi lantas terbanting kembali ke kiri, kali ini ''mengiris' rumput pinggir jalan. Saat itu, kaca atas mobil sebelah kiri --tempat Ricky duduk-- mulai pecah. Lantas mobil terbanting lagi ke kanan .dengan keras ... Duarr .. Ricky dan DI kembali terguncang. Kacamata mereka --kebetulan mereka berdua sama-sama berkacamata-- terlempar ke belakang.
Namun, alhamdulillah --saat itu mobil tersangkut tiang lampu di pinggir kanan jalan, dan tidak lagi terbanting. Sementara, saat itu, Panther sudah berjarak kurang dari 100 meter, dan untung sopir panther masih sempat mengerem. Sehingga, tidak terjadi tabrakan dengan tucuxi itu.
Kejadian yang memakan waktu hanya beberapa puluh detik itu berakhir dengan kondisi: Alphard di depan tucuxi tidak mengalami apa-apa. Panther di sisi lain juga sempat berhenti. Tinggal, tucuxi yang juga kini berhenti dengan kondiisi: ringsek berat. Kaca dia tas mobil sebelah kiri --tempat duduk ricky pecah. Tapi, kaca di atas tempat duduk sopir --tempat DI-- cuma retak dan belum berlobang.
Ricky yang mengaku terus tersadar --bahkan sempat berdoa-- langsung beranjak dari tempat duduknya. Dia lega melihat DI juga tidak apa-apa. Tidak berdarah, tidak terlihat luka parah, dan bahkan tetap tenang.
Rcky sempat panik sebentar karena tidak bisa melihat --kacamatanya terlempar. Namun, dia juga heran kok kemudian mudah sekali menemukan kacamatanya di bagian belakang mobil. Masih utuh, dan dekat dengan sebuah kacamata lagi, kacamata DI. Ricky lantas memakai kacamatanya, memberikan kacamata DI. Lalu, bersama dengan penumpang mobil lain di belakang Tucuxi --yakni Pak Imawan Mashuri, Ricky memecahkan kaca di atas kepala DI. Setelah memakai kacamatanya, minum air mineral yang disodorkan Pak Imawan-- DI lantas keluar dari mobil. Dia tersenyum, sambil bilang, ''Tidak apa-apa .. tidak apa-apa.''
Namun, sesaat dia teringat mobil Panther di depan. Dia lantas mengingatkan rombongannya untuk melihat penumpang Panther di depan itu. ''Tadi saya lihat ada anak kecil .. tolong dilihat,'' katanya.
Begitu memastikan tidak ada yang celaka, DI yang benar-benar tenang dan tidak seperti sedang mengalami ''perjudian dengan maut'' lantas meminta rombongan melanjutkan perjalanan. Setelah memasrahkan urusan Tucuxi kepada rombongan lain, DI meneruskan perjalanan ke Magetan, dengan naik mobil lain. ''Ayo jalan lagi. Ada tamu yang sudah menunggu di Magetan,'' katanya, tetap dengan nada biasa.
Saya yang waktu itu ikut rombongan uji Tucuxi itu benar-benar melongo. DI benar-benar ''biasa saja'' dengan kejadian itu. Saya yang menyaksikan dari tiga mobil di belakangnya, bagaimana Tucuxi menabrak dinding tebing dengan keras, terbanting. lalu menabrak lagi .. sudah ngeri membayangkan apa yang terjadi dengannya. Tapi. DI benar-benar tidak merasa apa-apa.
''Saya sempat meliirik beberapa detik sebelum menabrak tebing itu. Pak Dahlan benar-benar tenang, Dia lepas tangannya dari kemudi. Hanya mulutnya terus berdoa,'' tutur Ricky.
Ricky mengaku saat itu, dia seperti terpengaruh dengan ketenangan DI yang benar-benar pasrah dan berserah diri total kepada Sang Pemilik Hidup. Begitu sadar komunikasi mati, pintu terkunci, sementara rem blong, mereka berdua benar-benar tinggal ''menikmati'' apa rencana Allah yang akan terjadi?
DI --dan diikuti Ricky-- benar-benar percaya dan pasrah terhadap apa yang terbaik yang akan diputuskan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Seperti pada saat berada dalam kondisi hidup dan mati saat hendak menjalani operasi ganti hati, saat itu, DI juga menyerahkan sepenuhnya hidupnya kepada Allah SWT. Dia percaya sepenuhnya kepada rencana terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa.
Itulah juga jawaban dari mengapa DI begitu berani dalam mengambil keputusan-keputusan yang penuh risiko tinggi. Semua diawali dengan perhitungan dengan akal sehat, lantas diakhiri dengan penyerahan sepenuhnya kepada rencana Allah SWT.
Kita tidak pernah tahu rencana Allah. Karena itulah, kita harus berdoa, lalu pasrah, berserah diri, hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dahlan Iskan sudah melakukan itu. Dahlan Iskan betul-betul dan selalu mengalamalkan sila pertama Pancasila.
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Semarang, menjelang petang, 070913
@pamzeppelin


EmoticonEmoticon